Nama:H. Muhammad Soeharto
Lahir:Kemusuk, Argomulyo, Godean, 1 Juni 1921
Meninggal:Jakarta, 27 Januari 2008
Jabatan Terakhir:Presiden Republik Indonesia (1966-1998)
Alamat:Jalan Cendana No.8, Menteng
Jakarta Pusat
HM Soeharto
Perwira Handal Ahli Strategi
Mantan Presiden Soeharto sudah melewati usia 85 tahun. Senyumnya masih mengembang pada wajahnya yang mulai tampak keriput. Kejaksaan Agung sudah menghentikan penuntutan atas perkaranya. Pak Harto termasuk di antara tokoh pejuang TNI yang menerima anugerah Bintang Sakti Maha Wira Ibu Pertiwi.
Jenderal Besar TNI Soeharto, berada di urutan kedua setelah mendiang Panglima Besar Soedirman dalam urutan 61 penerima anugerah Bintang Sakti Maha Wira Ibu Pertiwi. Pilihan itu jatuh ke Pak Harto karena dinilai sebagai Perwira Handal Ahli Strategi. Penerima anugerah Bintang Sakti lainnya, termasuk Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution (alm), Laksamana Muda (Anumerta) Josaphat Sudarso, Laksamana TNI (Laut) R. Subiyakto dan Laksamana TNI (Udara) Suryadi Suryadarma. Pada peringatan ulang tahun TNI ke 61, tanggal 5 Oktober 2006, TNI menerbitkan buku Bintang Sakti Mahawira Ibu Pertiwi yang memuat 61 penerima anugerah tersebut, dan riwayat singkat kejuangan mereka.
Bintang Sakti berupa piagam tanda kehormatan yang diberikan oleh Presiden Republik Indonesia.
Perwira Handal Ahli Strategi
Jenderal Besar Soeharto yang lahir di desa Kemusuk, 6 Juni 2001, menjabat Presiden Republik Indonesia kedua selama 32 tahun. Pembawaannya tenang, tutur katanya terukur dan selalu bertindak sesuai aturan, Pak Harto dijuluki the smiling general (jenderal yang murah senyum). Dia sosok pria Jawa yang kalem dan berpenampilan sederhana. Namun di balik itu semua, Pak Harto berhasil mengemban dengan baik berbagai pertempuran sengit dan tanggung jawab militer yang berat dan keras.
Atas penampilan fisik yang sehat dan tegap yang disertai kecerdasan otak, Soeharto belia, sejak 1 Juni 1940 diterima sebagai siswa militer di Gombong, Jawa Tengah. Enam bulan setelah menjalani latihan dasar, dia tamat sekolah militer sebagai lulusan terbaik dan mendapat pangkat Kopral di usia 19 tahun.
Pos penempatan pertama Kopral Soeharto adalah Batalyon XIII, Rampal Malang. Kemudian Soeharto masuk sekolah lanjutan Bintara, juga berada di Gombong. Karena sikap keprajuritan dan disiplinnya yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat dia mendapat kenaikan pangkat.
Ternyata pasukan Inggris bersikap kurang ramah, memicu amarah rakyat dan berujung insiden bersenjata. Mereka menguasai obyek-obyek penting di Kota Magelang. Ketika pecah pertempuran Ambarawa, Letkol Soeharto memimpin Batalyon X. Bersama pasukan-pasukan lain, pasukan Soeharto bertempur melawan pasukan Sekutu di Ambarawa. Untuk merebut kembali obyek-obyek vital di dalam kota, pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) didatangkan dari Banyumas, Salatiga, Surakarta dan Yogyakarta. Pasukan Inggris di Magelang dan Ambarawa, terkepung.
Empat kompi pasukan Soeharto berhasil menduduki Banyubiru. Pasukan Sekutu dipukul mundur dari Ambarawa. Sejak peristiwa itu, Soeharto mulai dikenal sebagai perwira yang cakap di lapangan dan mendapat perhatian dari Panglima Besar Soedirman.
Menjelang fajar menyingsing 1 Maret 1949, pasukan Letkol Soeharto mulai bergerilya masuk kota Yogya. Serangan berjalan gencar dan lancar sehingga kota Yogya dapat diduduki selama enam jam. Kota Yogya berhasil direbut kembali, dan pasukan TNI merebut berton-ton amunisi dari pasukan Belanda. Namun ketika pasukan Belanda kembali dengan mesin perang dan amunisi lengkap, Letkol Soeharto segera memerintahkan pasukannya mundur kembali ke pangkalan masing-masing di luar kota Yogya.
Serangan umum tersebut, lebih dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949, sebetulnya serangan yang bersifat politis untuk mendukung perjuangan diplomasi RI di PBB. Dan secara psikologis mengobarkan semangat juang rakyat untuk mendukung TNI; memulihkan, memupuk dan meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap TNI, karena TNI masih setia pada tugasnya menumpas musuh.
Peran penting lainnya yang pernah diemban Brigjen Soeharto ketika dia ditunjuk sebagai Panglima Mandala untuk membebaskan Irian Barat dari cengkraman penjajah Belanda. Soeharto berhasil. Irian Barat kembali ke pangkauan Ibu Pertiwi, 1 Mei 1963.
Tugas fenomenal selanjutnya yang berhasil diemban oleh Jenderal Soeharto adalah menumpas Gerakan PKI 30 September 1965.
Di luar karir militernya, Soeharto dikukuhkan oleh MPRS menjadi Presiden RI menggantikan Bung Karno, Maret 1967. Putra dari pasangan Kertosudiro dan Sukirah ini, sejak itu menjadi pemimpin sipil sampai mengundurkan diri tanggal 21 Mei 1998. Di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia mengalami banyak kemajuan. Pembangunan di berbagai bidang kehidupan mengalami kemajuan pesat sampai munculnya krisis moneter yang menimpa sejumlah negara Asia, termasuk Indonesia, Thailand dan Malaysia, pertengahan tahun 1997. Krisis moneter tersebut memicu lahirnya krisis politik dan keamanan yang berujung pada pengunduran diri Pak Harto.
11/5-2006, Andi Samsan Nganro, hakim tunggal pra-peradilan sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, membatalkan SKP3 dari Kejaksaan, membuka kembali perkara Pak Harto. Namun sesuai dengan fatwa Mahkamah Agung, perkara Pak Harto hanya bisa dibuka kembali bilamana jaksa mampu menghadirkan terdakwa di sidang pengadilan.
Pihak Kejaksaan sendiri sudah memutuskan untuk menghentikan penuntutan terhadap perkara Pak Harto. Sedangkan tim dokter, baik pribadi maupun negara, sudah memberi rekomendasi medis bahwa kerusakan otak Pak Harto permanen, tidak bisa disembuhkan.
Lahir:Kemusuk, Argomulyo, Godean, 1 Juni 1921
Meninggal:Jakarta, 27 Januari 2008
Jabatan Terakhir:Presiden Republik Indonesia (1966-1998)
Alamat:Jalan Cendana No.8, Menteng
Jakarta Pusat
HM Soeharto
Perwira Handal Ahli Strategi
Mantan Presiden Soeharto sudah melewati usia 85 tahun. Senyumnya masih mengembang pada wajahnya yang mulai tampak keriput. Kejaksaan Agung sudah menghentikan penuntutan atas perkaranya. Pak Harto termasuk di antara tokoh pejuang TNI yang menerima anugerah Bintang Sakti Maha Wira Ibu Pertiwi.
Jenderal Besar TNI Soeharto, berada di urutan kedua setelah mendiang Panglima Besar Soedirman dalam urutan 61 penerima anugerah Bintang Sakti Maha Wira Ibu Pertiwi. Pilihan itu jatuh ke Pak Harto karena dinilai sebagai Perwira Handal Ahli Strategi. Penerima anugerah Bintang Sakti lainnya, termasuk Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution (alm), Laksamana Muda (Anumerta) Josaphat Sudarso, Laksamana TNI (Laut) R. Subiyakto dan Laksamana TNI (Udara) Suryadi Suryadarma. Pada peringatan ulang tahun TNI ke 61, tanggal 5 Oktober 2006, TNI menerbitkan buku Bintang Sakti Mahawira Ibu Pertiwi yang memuat 61 penerima anugerah tersebut, dan riwayat singkat kejuangan mereka.
Bintang Sakti berupa piagam tanda kehormatan yang diberikan oleh Presiden Republik Indonesia.
Perwira Handal Ahli Strategi
Jenderal Besar Soeharto yang lahir di desa Kemusuk, 6 Juni 2001, menjabat Presiden Republik Indonesia kedua selama 32 tahun. Pembawaannya tenang, tutur katanya terukur dan selalu bertindak sesuai aturan, Pak Harto dijuluki the smiling general (jenderal yang murah senyum). Dia sosok pria Jawa yang kalem dan berpenampilan sederhana. Namun di balik itu semua, Pak Harto berhasil mengemban dengan baik berbagai pertempuran sengit dan tanggung jawab militer yang berat dan keras.
Atas penampilan fisik yang sehat dan tegap yang disertai kecerdasan otak, Soeharto belia, sejak 1 Juni 1940 diterima sebagai siswa militer di Gombong, Jawa Tengah. Enam bulan setelah menjalani latihan dasar, dia tamat sekolah militer sebagai lulusan terbaik dan mendapat pangkat Kopral di usia 19 tahun.
Pos penempatan pertama Kopral Soeharto adalah Batalyon XIII, Rampal Malang. Kemudian Soeharto masuk sekolah lanjutan Bintara, juga berada di Gombong. Karena sikap keprajuritan dan disiplinnya yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat dia mendapat kenaikan pangkat.
Ternyata pasukan Inggris bersikap kurang ramah, memicu amarah rakyat dan berujung insiden bersenjata. Mereka menguasai obyek-obyek penting di Kota Magelang. Ketika pecah pertempuran Ambarawa, Letkol Soeharto memimpin Batalyon X. Bersama pasukan-pasukan lain, pasukan Soeharto bertempur melawan pasukan Sekutu di Ambarawa. Untuk merebut kembali obyek-obyek vital di dalam kota, pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) didatangkan dari Banyumas, Salatiga, Surakarta dan Yogyakarta. Pasukan Inggris di Magelang dan Ambarawa, terkepung.
Empat kompi pasukan Soeharto berhasil menduduki Banyubiru. Pasukan Sekutu dipukul mundur dari Ambarawa. Sejak peristiwa itu, Soeharto mulai dikenal sebagai perwira yang cakap di lapangan dan mendapat perhatian dari Panglima Besar Soedirman.
Menjelang fajar menyingsing 1 Maret 1949, pasukan Letkol Soeharto mulai bergerilya masuk kota Yogya. Serangan berjalan gencar dan lancar sehingga kota Yogya dapat diduduki selama enam jam. Kota Yogya berhasil direbut kembali, dan pasukan TNI merebut berton-ton amunisi dari pasukan Belanda. Namun ketika pasukan Belanda kembali dengan mesin perang dan amunisi lengkap, Letkol Soeharto segera memerintahkan pasukannya mundur kembali ke pangkalan masing-masing di luar kota Yogya.
Serangan umum tersebut, lebih dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949, sebetulnya serangan yang bersifat politis untuk mendukung perjuangan diplomasi RI di PBB. Dan secara psikologis mengobarkan semangat juang rakyat untuk mendukung TNI; memulihkan, memupuk dan meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap TNI, karena TNI masih setia pada tugasnya menumpas musuh.
Peran penting lainnya yang pernah diemban Brigjen Soeharto ketika dia ditunjuk sebagai Panglima Mandala untuk membebaskan Irian Barat dari cengkraman penjajah Belanda. Soeharto berhasil. Irian Barat kembali ke pangkauan Ibu Pertiwi, 1 Mei 1963.
Tugas fenomenal selanjutnya yang berhasil diemban oleh Jenderal Soeharto adalah menumpas Gerakan PKI 30 September 1965.
Di luar karir militernya, Soeharto dikukuhkan oleh MPRS menjadi Presiden RI menggantikan Bung Karno, Maret 1967. Putra dari pasangan Kertosudiro dan Sukirah ini, sejak itu menjadi pemimpin sipil sampai mengundurkan diri tanggal 21 Mei 1998. Di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia mengalami banyak kemajuan. Pembangunan di berbagai bidang kehidupan mengalami kemajuan pesat sampai munculnya krisis moneter yang menimpa sejumlah negara Asia, termasuk Indonesia, Thailand dan Malaysia, pertengahan tahun 1997. Krisis moneter tersebut memicu lahirnya krisis politik dan keamanan yang berujung pada pengunduran diri Pak Harto.
11/5-2006, Andi Samsan Nganro, hakim tunggal pra-peradilan sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, membatalkan SKP3 dari Kejaksaan, membuka kembali perkara Pak Harto. Namun sesuai dengan fatwa Mahkamah Agung, perkara Pak Harto hanya bisa dibuka kembali bilamana jaksa mampu menghadirkan terdakwa di sidang pengadilan.
Pihak Kejaksaan sendiri sudah memutuskan untuk menghentikan penuntutan terhadap perkara Pak Harto. Sedangkan tim dokter, baik pribadi maupun negara, sudah memberi rekomendasi medis bahwa kerusakan otak Pak Harto permanen, tidak bisa disembuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar